Seminggu yang lalu, tepatnya 25 November 2008, perjuangan Nek Bapak melawan penyakitnya berakhir sudah. Segala sakit penyakit yang dideritanya selama ini kini hilang seiring dipanggilnya jiwa yang selama ini bersemayam dalam raganya oleh "Sang Pemilik Hidup".
Nek Bapak sekarang sudah tidak lagi harus menahan sakit, atau tersiksa disaat merasa suit untuk bernafas. Kini dia sudah memperoleh hidup yang kekal bersama Tuhan di atas sana. Beliau juga akhirnya bisa melepas rindu dengan salah seorang menantunya yang telah lebih dulu berada di sana, my beloved Father. Ya, suami dari anaknya yang ketiga, suami dari Ibu saya.
Satu hal yang membuatku merasa sedikit tenang dengan kepergian Nek Bapak adalah cerita dari Ibuku tentang saat-saat terakhir ketika bagaimana dia mengembalikan jiwanya kepada Tuhan dengan begitu indah. Dikelilingi oleh kelima anaknya, tanpa anak yang tertua, Tanteku yang bertugas sebagai Pendeta di Jerman, dia menghembuskan nafas terakhirnya dengan begitu tenang, sambil dibantu oleh Ibuku untuk terus berserah kepada Tuhan Yesus, walaupun dengan suara yang terbata, beliau tetap berusaha untuk bisa berucap setidaknya untuk terakhir kali, bahwa beliau tetap menyembah Tuhan Yesus bahkan hingga akhir hayatnya, sungguh luar biasa tatkala rangkaian kata2 tersebut berhasil diucapkannya sebelum nafas terakhir ditariknya. Kata penutup yang diucapkan pun begitu manis, "Haleluya...". Seolah meng-Amienkan dan menyerahkan raganya hanya kepada "Raja-nya"
Tidak ada kematian yang begitu indah selain mati di dalam nama-Nya......
Selamat jalan, Nek Bapak, tuntun kami anak-anak dan cucu-cucumu untuk menjalani hari dengan lebih baik dari atas sana.
O, iya...titipkan salam juga buat Bapak di sana, semoga saat ini saya sudah cukup membuatnya tersenyum dengan apa yang sudah saya capai sejauh ini.
Tuhan Memberkati...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar